28 Juli 2008

Cerita di Balik Diklat GIS

Pertama kali mendengar penjelasan para widyaiswara, saya benar-benar ga "mudeng" sama sekali. Mungin hal tersebut sangat bisa dimaklumi mengingat latar belakang pekerjaan saya selama ini hanya berputar sekitar pori, parenkim, saluran interseluler aksial (SIA) dan sejenisnya. Jadi begitu dihadapkan dengan Geographic Information System (GIS), menjadi wajar jika kemudian agak sedikit "nervous".


Beberapa hari kemudian setelah mencoba menikmati segala apa yang disampaikan oleh widyaiswara (meski tingkat penerimaannya mungkin sedikit lambat bila dibanding yang telah lebih dulu berkecimpung di dalamnya), ternyata belajar GIS memang cukup mengasyikkan. Hal ini terbukti dengan tidak beranjaknya saya dari asrama meski ada waktu libur yang cukup panjang (Kamis hingga Ahad). Ada tantangan baru terhadap sesuatu yang selama ini merupakan 'barang asing' bagi saya, hal yang selama ini hanya didengar dari teman-teman yang ruang lingkup pekerjaannya emang bergelut dengan peta.

Polyline, Polygon dan Polisi

Apa hubungannya?

Suatu hari, salah seorang teman diklat yang cukup senior jalan-jalan berkeliling Kota Samarinda. Maklum, mungkin dari kampung kali (maaf banar lah...., begayaan) jadi begitu lihat Samarinda jadi terkagum-kagum. Saking kagumnya, beliau jadi lupa kalau telah melanggar lampu merah. Bisa diduga, polisi yang sejak tadi mengamati, lantas meniup peluit dengan gagah perkasa. Sang kawan tadi hanya bisa pasrah, ketangkap basah oleh Sang Polisi. Sambil menyodorkan selembar "kertas biru", sang kawan bertanya pada pak Polisi, "Pak Jalan Ahmad Dahlan dimana ?" Kami mau mengukur dan membuat polyline dan polygon dari sana, lanjutnya. "Tuh!", jawab pak Polisi sambil menunjuk jalan di seberang lampu merah. Oooh....sang kawan cuman melongo. Jadi karena Polyline dan Polygon, akhirnya malah ketangkap Polisi.

Jalan 1 KM = Kayu Seputar Pondok Habis Dibakarin

Saat praktek ke Hutan Diklat .......

1 komentar: